Guru Galak
Hari luar biasa yang Reza tunggu telah tiba, yaitu upacara di hari Senin. Hari ini ia akan menjadi pembaca teks UUD di sekolahnya. Bagi murid-murid lain, upacara bendera adalah hal yang membosankan, tidak bagi Reza. Ia sangat bersemangat sampai-sampai tadi malam ia tidak bisa tidur, karena memikirkan penampilannya dan sambil melancarkan UUD 1945. Setelah berpamitan dengan ayah dan bunda, ia berangkat bersama Annisa. Sesudah mengantar adiknya ke sekolah, akhirnya Reza pun sampai di sekolahnya. Ternyata 2 temannya itu sudah ada di kelas. Mereka tampak mengobrol sesuatu. Reza pun mendekati dan menyapa mereka.
“Assalamualaikum.” Ucap Reza sembari menaruh tas di tempat duduknya, dan langsung mendekati mereka sambil salaman.
“Waalaikumsalam, Reza.” Ucap Andi dan Fahri bersamaan.
“Za, gua boleh nanya ke elu nggak?” Tanya Fahri.
“Boleh mau nanya apa?” Jawab Reza.
“Sstt-sstt!” Andi berdesis kepada Fahri, sambil mencolek-colek pinggangnya.
“Hmm?” Kata Fahri. Lalu, Andi membisikkan sesuatu kepadanya.
“Jangan ngomong lu gua ke Reza. Dari kemaren lu ngomong kayak gitu. Reza tuh orangnya alim.”
“Oh iya, keceplosan gua.” Bisik Fahri. Reza hanya heran melihat mereka yang sedang berbisik.
“Za, gantengan aku apa Andi?” Tanya Fahri yang memecahkan keheningan.
“Kalau menurut saya, gantengan kamu Fahri.” jawab Reza jujur
“Yes, Hahaha, kamu jelek Di. Aku paling tampan se-bumi ini.”
“Reza, saya nggak ganteng ya? Jahat bener antum.” Balas Andi dengan sedikit kecewa.
“Emangnya kenapa nanyain ganteng gak ganteng? manusia ‘kan diciptakan pasti ada kekurangan dan kelebihannya.” Jelas Reza.
“Jadi gini Za. Tadi aku lagi debat sama Andi. Katanya muka Andi ngalahin kegantengan muka aku Za.”
“Oh, tapi kamu Andi, kamu itu lebih ganteng akhlaknya. Fahri tampan mukanya, kalo Andi ganteng adabnya. Walaupun mukamu nggak seganteng buka saya sih.” Jawab Reza sambil tertawa kecil. Tampaknya Andi sedikit cemberut karena lawakan Reza yang tidak lucu. Lalu, Reza melihat jam jam di lengan kirinya Fahri, ternyata masih jam 6.30.
“Reza mau dengar mimpi saya tadi malam gak?” Tanya Andi.
“Boleh, emang kamu mimpi apaan?” Jawab Reza. Sementara, Fahri hanya menyimak pembicaraan mereka berdua.
“Semalam saya mimpi. Awalnya saya ada di rumah teman saya, namanya Doni. Nggak tahu saya ngapain aja di rumahnya, cuma mondar-mandir nggak jelas. Tiba-tiba, saya ada di pinggir sungai gitu. Terus saya lari kenceng karena saya dikejar sama tawon. Terus tawonnya malah bikin sarang di rambut saya, Reza.” Curhat Andi.
“Ngarang kamu ya Di?Jangan boong!” Canda Fahri.
“Nggak bohong saya, sumpah demi Allah.”
“Wes seloww, Di. Aku cuma bercanda.”
“Kalau menurut kamu Reza, itu mimpi buruk apa mimpi baik?” Tanya Andi lagi.
“Kayaknya mimpi buruk. Mungkin karena kamu rambutnya keriting Andi, jadinya tawon bikin sarang di rambut kamu.” Jelas Reza.
“Emang gara-gara rambut saya ya?” Ucap Andi sambil meraba rambutnya yang keriting itu.
“Parah kamu Za, nyindir anak orang.” Komen Fahri.
“Enggak kok, bukan karena kamu keriting Andi. kamu nggak baca doa kali pas lagi tidur. Makanya kamu jadi mimpi buruk.”
Iya juga ya. Gumam Andi.
Tak lama kemudian, bel masuk sekolah berbunyi. Reza mengajak Fahri dan Andi untuk ikut bersamanya ke lapangan untuk menemaninya. Fahri sempat menolak ajakannya. Karena Reza terus-menerus mendesak Fahri agar mau mengikutinya, terpaksalah Fahri menuruti. Andi dan Fahri berada di barisan paling depan. Sementara Reza berada di barisan khusus petugas upacara, ia memegang teks UUD 1945 dengan tegap sambil melihat 2 temannya itu. Fahri memberi jempolan kepada Reza, sementara Andi mengangkat tangan kanannya dengan tangan yang di kepal tanda menyemangati. Reza pun menjadi tidak terlalu grogi untuk membaca teks UUD. Setengah jam kemudian, mereka masuk ke kelas. Pelajaran pertama adalah matematika. Tak lama kemudian, guru Killer itupun masuk ke kelas. Siapa lagi kalau bukan Bu Silfia yang galak. Walaupun beliau tidak menggigit sih. Ia sedang mengajarkan suatu rumus kepada murid-muridnya. Baru saja Bu Silfia menjelaskan rumus itu, terdengarlah suara obrolan yang mengganggu pelajarannya.
“Fahri, halo…” Sapa Bu Silfia dengan lembut. Sementara, Fahri asyik mengobrol dengan Salsabila.
“FAHHRIII!!” TEriak Bu Silfia sembari memukul meja. Sontak, semua siswa yang ada di kelas menoleh kearah Fahri.
“Iya bu, gak usah teriak-teriak juga saya dengar bu.” Jawab Fahri.
“Malah nyaut lagi. Ibu paling nggak suka kalau ada murid yang ngobrol saat pelajaran ibu.” Bu Silfia mulai naik pitam.
“Nggak, gak ngobrol saya bu.” elak Fahri.
“Apanya yang gak ngobrol? Ibu perhatiin dari tadi, kamu ngobrol sama Salsa ‘kan?Kasihan Salsa yang pengen belajar malah kamu ajak ngobrol. Kalo kamu ngerasa lebih pintar, sini gantiin Ibu ngajar! Ibu sampai berbusa ngajar kamu, kamunya malah gak menghargai ibu.” Ceramah Bu Silfia panjang.
“Terserah ibu lah.” Jawab Fahri menyerah.
Kasihan, Fahri. Batin Reza.
“Reza, tadi ibu nyampein materi tentang apa?” Tanya guru tersebut tiba-tiba.
“Tentang Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel bu.”
Kemudian, Bu Silfia hanya mengasih tugas 3 soal saja, karena berhubung masih bab baru. Lalu, ia pun pergi keluar kelas. Seisi kelas pun menjadi ramai kembali. Beberapa orang yang takut mengupil pun akhirnya mengupil juga. Mungkin mereka takut diomelin sama Bu Silfia. Ia pergi keluar kelas karena ada suatu urusan penting. Reza penasaran, ia melihat kanan kiri, kok Salwa dari tadi tidak ada di kelas. Dan tadi, Fahri ngobrol apa sama Salsa. Reza memutuskan untuk bertanya kepada Fahri. Saat ia memanggil nama Fahri, Fahri sempat menengok kearah Reza. Lalu Fahri membuang muka. Reza memanggilnya lagi dari tempat duduknya, namun Fahri tidak menghiraukan panggilannya. Mungkin dia tertekan dengan omelan Bu Silfia barusan. Pikir Reza. Tak lama kemudian, ada seseorang yang menyebut nama Reza berulang kali. Ia pun sadar dari lamunannya dan menoleh ke sumber suara.
“Ada apa, Salsa?” Tanya Reza
“Tolong ajarin aku rumus yang tadi! kamu ‘kan pintar.” Rayu Salsa.
“Saya juga lagi ngerjain ini, saya masih belum terlalu ngerti.”
“Oh, ya udah. Entar kalo udah ngerti ajarin aku ya.”
“Insya Allah.” Jawab Reza singkat.
“Salwa kemana? Kok gak kelihatan?” Tanya balik Reza.
“Salwa lagi ke kampung, kakeknya lagi sakit.”
“Sakit apaan?”
“Nggak tau.” Jawab Salsa.
Ni orang naksir kali ya sama Salwa? oh ya, kasih tahu nggak ya masalah yang tadi. Pikir Salsa.
Saat Reza ingin mencoba mengerjakan soal, tiba-tiba Salsa memanggil namanya lagi.
“Reza.”
“Hmm?” Kata Reza sambil menengok ke arah Salsa.
“Kayaknya Fahri lagi marah sama kamu.”
“Marah kenapa?”
Bersambung…