Oleh: Abah_Rosela_Naelal_Wafa
Sebagian ulama ada yang menghubungkan kata “fitri” dengan kata “fitrah” yang berarti asal mula keadaan manusia saat dilahirkan.
Sepenggal paragraf tersebut, disampaikan dan diperkuat syekhona TGB KH. Muhammad Zainul Majdi dengan sabda Rasulullah saw. yang mulia berikut ini,
كل مولود يولد على الفطرة .
“Setiap manusia dilahirkan atas fitrahnya.” (Alhadis).
Lantas, apa fitrah manusia tersebut? Fitrah yang dimaksud ialah bertauhid. Manusia menyadari bahwa dia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dan karenanya ia menghamba kepada Sang Pencipta semata.
Kesadaran semacam ini yang membuat manusia cenderung kepada kebaikan dan kemuliaan, di samping –memang– karena Allah Maha Mulia dan Maha Baik.
Dengan energi tauhid itu, manusia semakin terdorong berbuat baik, menghadirkan maslahat dan manfaat untuk dirinya, lingkungan terdekatnya dan bahkan untuk seluruh umat manusia.
“Saat dorongan untuk berbuat baik ini melemah karena godaan nafsu dan setan, maka momen idulfitri ini menjadi momentum untuk mengembalikan kekuatan kebaikan pada diri kita masing-masing.” Kata syekhona yang menjabat Ketua NWDI ini mengingatkan.
Kekuatan-kekuatan kebaikan –lanjut TGB– penting disinergikan dan dipersamakan untuk melahirkan amal-amal bermanfaat dalam hidup ini.
أللهم حبب إلينا الإيمان وزينه في قلوبنا وكره إلينا الكفر والفسوق والعصيان واجعلنا من الراشدين .
“Ya Allah, jafikanlah kami mencintai keimanan dan hiasilah hati kami dengannya. Tanamkan dalam diri kami kebencian kepada kekufuran, kefasikan dan kemunafikan. Serta jadikan kami orang-orang yang mendapat petunjuk.” Doa peneguh iman yang dipanjat syekhona.
Uraian yang disampaikan ulama yang pernah menjabat Gubernur NTB dua periode (2008-2018) ini menjadi pengingat kita, untuk tidak melewatkan momen idulfitri sebagai ajang start menjadi orang baik, berhias kebaikan, dengan semangat energi tauhid yang melekat pada diri dan benci kepada keburukan.
Wa Allah A’lam!
Paok Lombok, 20 Mei 2021 M.